Jakarta –
Eka Yuni Mukti Diastofa, lulusan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) saat ini bekerja sebagai perawat di tanah air Albert Einstein, tak lain Jerman.
Uniknya, saat kuliah di Unesa, ternyata Yuni mengambil program Sarjana Pendidikan Bahasa Jerman. Setelah menyelesaikan studinya di Unesa pada tahun 2016, ia mengaku melanjutkan S2 Pendidikan Bahasa Asing.
Belakangan, Yuni memutuskan untuk cuti kuliah dan pergi ke Jerman dan berinisiatif mengambil pendidikan Ausbildung Pfegefachkraff, yang berarti spesialis di bidang keperawatan.
Sebagai informasi, Ausbildung merupakan program pendidikan dan pelatihan profesi di Jerman. Sekitar 70% – 80% waktu belajar lebih banyak dialokasikan untuk pelatihan sambil bekerja di perusahaan. Sedangkan 20% – 30% waktu yang tersisa hanya digunakan untuk pembelajaran teori dan praktik.
Belajar selama Dua Tahun di Keperawatan
Di sana, ia belajar selama dua tahun di bidang pendidikan keperawatan dan lulus pada Agustus 2021. Bahkan sebelum lulus, Yuni mendapat tawaran untuk menandatangani arbeitsvertrag atau kontrak kerja.
Kemudian pada September 2021, ia resmi bekerja dan bergabung menjadi anggota Deutsche Rotes Kreuz (DRK), sebuah perkumpulan Palang Merah di Jerman.
Yuni awalnya mengikuti program Ausbildung karena ingin mencoba hal baru. Setelah diterima, dia berhasil dalam program tersebut dan akhirnya melanjutkan profesinya sebagai perawat di sebuah pusat perawatan Jerman.
“Ya, awalnya saya hanya ingin merasakan suasana baru, pengalaman baru, dan eksperimen saja. Lalu, yah, lakukan semuanya,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Unesa, Sabtu (14/1/2023).
Ceritakan Perjuangan Sebagai Perawat di Jerman
Selama menjadi perawat di Jerman, Yuni mengatakan tidak ada perbedaan antara perawat Indonesia dan Jerman. Tugas-tugas yang diemban hampir sama seperti menyusun rencana keperawatan, berkomunikasi dengan dokter, memastikan stok obat pasien untuk mempersiapkannya.
Namun, ada satu hal yang membuat perjuangan Yuni sebagai perawat menjadi sulit. Sebab, ada proses yang agak rumit ketika pasien meninggal.
“Yang ribet dan melelahkan fisik dan mental adalah ketika pasien meninggal, prosesnya di sini cukup rumit,” jelasnya.
Di saat yang sama, Yuni menceritakan pengalamannya yang penuh tantangan. Saat itu ada pasien yang meninggal mendadak, kemudian diminta untuk merawat pasien tersebut.
Yuni dan temannya harus memanggil polisi dan mendatangkan detektif, karena kematian pasien tersebut dianggap tidak wajar. Selain itu, pasien tidak memiliki riwayat penyakit serius.
“Alhamdulillah kasus ini berakhir dengan baik. Ini merupakan pengalaman paling menarik dan pelajaran berharga bagi saya,” ujarnya.
Mengalami Kesulitan Beradaptasi
Meski menikmati hidup sebagai perawat di Jerman, ternyata Yuni mengalami kesulitan dan akhirnya depresi ketika harus beradaptasi dengan Tim Panser negaranya.
Untungnya, teman-teman dan keluarga Yuni terus memotivasi dan menyadarkannya bahwa segala sesuatu butuh proses.
“Dukungan dan motivasi dari keluarga, kerabat dan sahabat menjadi bagian terpenting dalam pencapaian karir saya,” jelasnya.
Yuni menuturkan, selama kuliah di Unesa, dirinya bukanlah mahasiswa yang menonjol dalam hal prestasi akademik maupun non akademik. Dengan keinginan kuat untuk terus belajar, berani mencoba hal-hal baru, dan melawan keraguan, ia berhasil meraih karir yang sukses di Jerman sebagai perawat.
Tonton Video “Rina Wahyuni, Saksikan Pengalaman Pasien Paliatif Seumur Hidup”
[Gambas:Video 20detik]
(aeb/fase)