Jakarta –
Beberapa kasus peretasan data pribadi masih terjadi dan berdampak pada sektor perbankan di Indonesia.
Oleh karena itu, pelanggan juga harus bisa melindungi datanya agar tidak ada celah bagi pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membobolnya.
Ini karena data pribadi adalah tanggung jawab pelanggan. Meskipun pada dasarnya semua kegiatan bank diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Bank harus melakukan pelayanan dengan hati-hati.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Namun, pelanggaran data pelanggan masih terjadi. Banyak faktor yang menjadi pemicu, baik dari sistem perbankan maupun dari nasabah. Namun, selama ini pembobolan data pelanggan umumnya lebih merupakan akibat dari kelalaian pelanggan itu sendiri.
Seperti yang terjadi pada nasabah Bank BTN yang baru-baru ini viral di media sosial. Nasabah mengeluh dananya hilang dari rekening tabungannya, diduga karena tidak bisa merahasiakan data perbankannya. Pelanggan juga mengamuk dengan petugas bank dan menyebutkan 8 bulan. BTN juga mengimbau nasabah untuk menjaga kerahasiaan data pribadi berupa identitas diri, buku tabungan, PIN dan data pribadi lainnya. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan pelanggan.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengakui pembobolan data nasabah selama ini umumnya diakibatkan oleh kelalaian nasabah, terutama dalam menjaga kerahasiaan data pribadi berupa identitas diri, buku tabungan, PIN dan data pribadi lainnya. Menurut dia,
Literasi masyarakat Indonesia yang masih rendah menjadi salah satu faktor utama penyebab tingginya tingkat kebocoran data nasabah. Tentu hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi regulator.
“Jika dilihat lebih jauh, itu karena kesalahpahaman, literasi keuangan yang rendah dan kurangnya kesadaran akan risiko kehilangan dana jika tidak melindungi data mereka sendiri dengan hati-hati.
Untuk mengatasinya, yang harus lebih ditingkatkan adalah edukasi untuk meningkatkan literasi dan kesadaran risiko,” ujar Piter, Minggu (19/3/2023).
Ia mengungkapkan, masyarakat sebagai nasabah juga perlu lebih cerdas dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial, terutama terkait perbankan karena dapat menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank. Sehingga dikhawatirkan dapat memicu bank rush seperti yang terjadi di luar negeri yang akhir-akhir ini menjadi sorotan dunia. Jika sudah begini, maka efeknya bisa meluas, bahkan bisa menimbulkan krisis.
“Itu tugas kita bersama. Menyebarkan berita negatif tanpa tahu masalahnya bisa berujung pada penyebaran penipuan dan bisa membawa implikasi hukum. Sebaiknya jangan berkomentar jika tidak paham masalah sebenarnya. Salah ngomong, yang kemudian berakibat fatal dampaknya luas, bisa merugikan diri sendiri dan juga masyarakat pada umumnya,” ujar Peter.
Bersambung ke halaman berikutnya.