Jakarta –
Pemerintah saat ini sedang menggarap program bantuan penanak nasi listrik (BPNL). pemasak nasi or penanak nasi gratis kepada masyarakat. Rencananya akan disalurkan 680.000 boks beras dengan nilai paket bantuan Rp 500.000 per keluarga penerima (KPM).
Sasaran program ini antara lain mendukung penggunaan energi bersih, meningkatkan konsumsi listrik per kapita (e-cocking) dan menghemat biaya memasak bagi masyarakat. Lantas, mana yang lebih irit menanak nasi dengan rice cooker daripada elpiji?
Subkoordinator Fasilitasi Hubungan Niaga Usaha Ketenagalistrikan, Direktorat Bina Usaha Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Edy Pratiknyo mengatakan, selama ini ada studi perbandingan sementara antara memasak dengan rice cooker dan elpiji.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
“Dari hasil kajian sementara, ada perbandingan dan manfaatnya. Yang pertama terkait biaya menanak nasi,” ujarnya dalam Forum Diskusi Umum, Jumat (25/11/2022).
Dalam paparannya disebutkan kebutuhan elpiji untuk menanak nasi adalah 2,4 kg per bulan dengan biaya Rp 16.800 per bulan. Sedangkan konsumsi energi memasak nasi dengan rice cooker sebesar 19,80 kWh per bulan dengan biaya Rp 10.396 per bulan.
Jadi, masak nasi dengan rice cooker hemat Rp6.404 sebulan.
Manfaat lain dari program ini adalah penghematan subsidi sebesar Rp52,2 miliar, dimana total biaya pengadaannya mencapai Rp340 miliar. Kemudian, mengurangi jumlah elpiji sebesar 19,6 ribu ton, menghemat devisa US$ 26,88 juta dan meningkatkan konsumsi listrik sebesar 42,84 GWh atau setara dengan pembangkit listrik 54,74 MW.
Namun, kata Edy, program ini memiliki tantangan di antaranya klien yang memiliki kekuatan relatif kecil.
“Dari dasar program rice cooker ini ada kelebihan dan kekurangannya disini terkait kapasitas kecil sehingga memasak bisa dilakukan lebih dari sekali. Kapasitas 300 watt harus lebih besar agar memasak cukup sehari sekali. Tentu saja nanti kalau ada kajian lebih mendalam bisa melibatkan pihak universitas terkait dengan kebijakan ini,” terangnya.
(acd/gbr)