Jakarta –
Beberapa waktu lalu, usulan kebaya sebagai salah satu warisan budaya takbenda United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) oleh Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, dan Singapura menuai kontroversi.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno pun menanggapi isu ini. Ia menegaskan, kebaya merupakan budaya luhur yang dimiliki masyarakat Indonesia.
Tak berhenti di situ, Menparekraf resmi memutuskan mendaftarkan kebaya melalui jalur pencalonan tunggal. Demikian tanggapan dosen prodi Universitas Airlangga (Unair), Moordiati SS MHum.
Menurutnya, keputusan yang diambil pemerintah merupakan langkah tepat. Namun, pemerintah harus menjelaskan lebih lanjut tentang pelindung kebaya Indonesia untuk mengoreksi kontroversi tersebut, seperti dikutip dari situs resmi kampus, Minggu (4/12/2022).
Masyarakat Asia Tenggara tidak memiliki gaya berpakaian sendiri
Moordiati mengatakan, masyarakat Asia Tenggara tidak memiliki pakaian sendiri, tidak memiliki keunikan.
“Kalau kita baca secara umum tulisan Anthony Reid berjudul Asia Tenggara pada periode 1450-1680, sebenarnya orang Asia Tenggara itu sama saja, tidak ada kekhususan atau keunikan dalam cara berpakaiannya,” ujarnya.
“Namun ketika Barat masuk, mereka hidup bersama dan berpakaian ala Barat. Kemudian muncul keinginan orang Indonesia untuk memakai pakaian yang mencerminkan lokalitas. Dari situ orang Indonesia menampilkan pakaian khasnya,” lanjut Moordiati. .
Ada banyak jenis kebaya di Asia Tenggara
Negara-negara di Asia Tenggara mengenal dan memiliki banyak kebaya, setiap kebaya memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Kebaya Indonesia tentu berbeda dengan kebaya lain di Asia Tenggara.
Menurut pandangan masyarakat Indonesia, kebaya dipakai pada masa Soeharto. Tidak ada representasi atau pengenalan tentang agama Islam seperti kebaya Muslimah di Malaysia dan Brunei yang bertujuan untuk menutup aurat.
Moordiati menjelaskan lagi, keributan itu perlu diluruskan dengan menjelaskan seperti apa sosok pelindung kebaya itu.
“Jangan menggeneralisasi karena kita juga tahu kebaya encim Cina yang juga ada di Malaysia dan Singapura. Maksud saya, kebaya buatan Indonesia itu seperti apa, ada leher baru, tidak ada leher shanghai. asesoris kebaya dan panjangnya berapa,” ujarnya.
Inilah hal-hal yang harus dijelaskan ketika mengusulkannya sebagai warisan UNESCO.
Kebaya Diklaim Indonesia Sejak 1964
Dalam proses sejarahnya, kebaya diminati oleh masyarakat Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada Kongres Wanita Indonesia tahun 1964.
Soekarno menjelaskan bahwa kebaya adalah pakaian nasional Indonesia, tanpa keterangan aksesoris apapun. Catatan sejarah inilah yang perlu disampaikan kembali oleh Indonesia dalam proses pengajuannya ke UNESCO.
Moordiati menegaskan, penjelasan tentang pelengkap, tipologi, jenis kebaya perlu dijelaskan lebih lanjut.
“Walaupun banyak yang mengklaim budaya kita, tapi kalau kita melihat kembali sejarah, kita bisa menunjukkan ciri-ciri budaya kita sendiri. Karena yang kita lihat selama ini hanya menjelaskan kebaya, tapi kebaya yang seperti apa, tidak ada, seperti jenis, tipologi. , pelengkap. Ini yang perlu dijelaskan lagi oleh pemerintah. Jadi memang perlu ada pencalonan,” pungkasnya.
Simak video “Kasus Seru Sandiaga Seru Video Kebaya Merah Warnai Dunia Perhotelan”
[Gambas:Video 20detik]
(aeb/fase)