Jakarta –
Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti angka kematian COVID-19 yang meroket dibandingkan awal Oktober 2022. Peningkatan yang dilaporkan itu sejalan dengan ditemukannya kasus subvarian Omicron XBB dan BQ.1 yang keduanya mulai mendominasi 60 persen dari total kasus harian. dari COVID-19.
Misalnya, jika ada 51 kasus kematian akibat COVID-19 pada Selasa (22/11/2022), peningkatan ini dilaporkan menjadi delapan kali lebih tinggi dari sebelumnya pada 8 Oktober 2022 sebanyak enam kasus. Angka tersebut diperoleh dari total 7.644 kasus baru COVID-19 yang menurut Prof Tjandra perbandingannya cukup tinggi.
“51/7.644, atau 0,66 persen. Perbandingan seperti ini tidak terjadi di negara lain,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Rabu (23/11/2022).
Prof Tjandra membandingkan tren peningkatan kasus kematian di Indonesia dengan negara lain seperti Singapura. Pada puncak kasus dilaporkan 5 orang meninggal dunia dari 11.934 kasus baru, yaitu sekitar 0,04 persen. Tingkat kematian yang jauh lebih rendah juga telah dilaporkan di Korea Selatan.
Negara mencatat kasus harian hingga lima belas kali lebih banyak dari Indonesia yaitu 107.702 kasus per 16 November 2022 dengan laporan 140 kematian. Namun persentase tersebut masih lebih rendah dibandingkan angka kematian di negara ini yang sebesar 0,12 persen.
“Jadi jelas persentase kematian di negara kita lebih tinggi dari negara tetangga. Di negara kita, jumlah kematian sudah melebihi 50 orang, dan persentasenya lebih tinggi dari negara tetangga. Padahal kita tahu itu XBB. adalah bagian dari Omicron juga, yang seharusnya tidak terlalu berat.” dia menjelaskan.
“Tapi entah kenapa kita menyebabkan angka kematian cukup tinggi. Ini harus segera diantisipasi,” perintahnya.
Simak Video “Kabar Gembira! Kematian Akibat Covid-19 Jadi Rekor Terendah Sejak Awal Pandemi”
[Gambas:Video 20detik]
(naf/atas)