Jakarta –
outlet Indomaret dan Alfamart tersebar hampir di seluruh Indonesia. Masyarakat Indonesia pasti sudah tidak asing lagi dengan dua mini market tersebut. Bak ‘saingan abadi’, lokasi Indomaret dan Alfamart kerap berdekatan.
Meski merupakan minimarket yang cukup populer, namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui sosok pendiri Indomaret dan Alfamart ini. Lantas, siapa pemilik Indomaret dan Alfamart?
Indomaret dimiliki oleh taipan Indonesia, Anthoni Salim. Anthoni Salim adalah orang di balik perusahaan rantai ritel besar Indomaret.
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Ide pendirian Indomaret berawal dari pemikiran Anthoni yang ingin mempermudah penyediaan kebutuhan pokok sehari-hari karyawan. Dikutip dari indomaret.co.id., pada tahun 1988 sebuah outlet bernama Indomaret didirikan.
Pada Maret 2022 terdapat 19.891 cabang Indomaret di Indonesia. Tak heran hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal dan pernah mengunjungi mini market raksasa ini.
Sebagai pendiri Indomaret, Antoni Salim dan keluarganya termasuk orang terkaya di Indonesia. Berdasarkan laporan Forbes, Anthoni Salim dan keluarganya memiliki total kekayaan hingga US$ 8,5 miliar atau setara Rp. 124,6 triliun (kurs dolar saat ini adalah Rp. 14.660/US$).
Anthoni merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari mendiang Liem Sioe Liong atau Om Liem, seorang taipan yang selama puluhan tahun sangat dekat dengan Presiden Soeharto. Berkat Om Liem, Indomie ada.
Sedangkan pemilik gerai Alfamart dikenal sebagai Djoko Susanto, salah satu orang terkaya di Indonesia. Berdasarkan catatan Forbes, kekayaannya mencapai US$ 1,45 miliar atau Rp 21,75 triliun.
Meski saat ini Alfamart berada di bawah naungan PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, saat ini berada di bawah pengawasan dua putra Djoko, Feny Djoko Susanto sebagai Presiden Komisaris, dan Budi Djoko Susanto sebagai Komisaris.
Kekayaan yang kini dimiliki Djoko tak semudah membalik telapak tangan. Pria yang merupakan anak ke-6 dari 10 bersaudara ini hanya mengenyam pendidikan dasar karena memilih menjaga kios keluarganya di Pasar Arjuna, Jakarta.
Kemudian, pada usia 17 tahun, Djoko mulai mengelola warung makan. Dia juga menjual rokok dan membuka beberapa gerai ritel. Bisnis retail berjalan lancar, berhasil membuka 560 cabang di berbagai pasar tradisional
Namun, bisnis tersebut tidak bertahan lama. Pada tahun 1976, terjadi kebakaran yang menyebabkan kios Djoko di kawasan pasar Arjuna terbakar, menyebabkan 80-90% modalnya habis.
Meski demikian, masalah tersebut tidak menghentikan Djoko untuk mengejar mimpinya. Bisnis rokoknya kembali seperti dulu, karena menurutnya rokok sangat populer saat itu.
Keberhasilan Djoko mendekati banyak pelanggan menarik perhatian Pangeran Sampoerna yang saat itu memiliki perusahaan tembakau dan cengkih terbesar di Tanah Air. Mereka bertemu pada tahun 1980 dan 5 tahun kemudian mereka sepakat untuk bekerja sama. Akhirnya 15 kios rokok berhasil dibuka di Jakarta.
Keduanya akhirnya bekerja sama untuk membuka beberapa toko dan supermarket. Saat Pangeran Sampoerna menjual bisnis rokoknya ke Philip Morris, Djoko berkonsentrasi mengembangkan bisnis ritelnya.
(fdl/fdl)